Selasa, 15 Juli 2008

Mengenali Mukmin Sejati

Seorang mukmin sejati dapat dikenal melalui sifat yang terdapat pada dirinya. Tentang hal ini Yahya bin Muadz r.a telah merumuskan tiga ratus tiga puluh sifat yang perlu ada pada mukmin sejati. Diantaranya ialah:

  • Hendaklah banyak malu.
  • Kurang gangguan
  • Banyak melakukan kebaikan
  • Tidak melakukan kejahatan
  • Jujur
  • Kurang bercakap
  • Senantiasa bekerja
  • Kurang melakukan dosa
  • Tidak berminat mendengar rahasia orang lain
  • Suka kepada kerja-kerja kebajikan
  • Menghidupkan silaturrahim
  • Tenang
  • Sabar
  • Sentiasa bersyukur
  • Sangat redha kepada Allah walaupun rezekinya selalu disempitkan
  • Kasih pada para sahabat
  • Sopan santun
  • Menjaga kehormatan diri
  • Belas kasihan
  • Tidak suka mengutuk orang lain
  • Tidak suka memaki hamun
  • Tidak suka mencela
  • Tidak suka membuat fitnah
  • Tidak mengumpat
  • Apa-apa yang dilakukan tidak tergesa-gesa
  • Tidak mempunyai sifat dengki dan khianat
  • Tidak ada sifat pendendam
  • Tidak sombong congkak
  • Tidak suka bangga diri
  • Tidak keterlaluan pada hal-hal dunia
  • Tidak suka berangan-angan
  • Kurang tidur dan banyak beribadat
  • Tidak mengharapkan pujian daripada orang lain
  • Tidak munafik
  • Tidak kedekut atau kikir
  • Tidak suka mencari kesalahan orang lain
  • Suka atau cinta kerana Allah dan benci kerana Allah
  • Rela akan sesuatu perkara kerana Allah
  • Selalu berbekal dengan taqwa
  • Tujuan hidup hanya satu, yaitu menuju akhirat
  • Suka berzikir
  • Kekasihnya hanya Allah
  • Setiap usaha yang dilakukan adalah untuk akhirat.

    Sumber: kakak97@hotmail.com
  • Resep Resah Hati

    Ayat ke-2, sangat menampar kondisi bangsa kita saat ini. Dikala kita banyak berteriak reformasi tetapi perbuatan sehari-hari masih jauh dari apa yang kita teriakkan. Apa kita tidak sadar sudah begitu parah penyakit yang ada dalam hati kita? Memang urusan hati urusan masing-masing atau boleh dibilang urusan paling pribadi yang orang lain tidak mungkin bisa merubahnya. Cuman hasil dari kontemplasi dalam batin bakalan kelihatan lewat tindak tanduk kita, nah baru disinilah orang lain berperan untuk membetulkan apa yang salah dalam diri kita. Kita cenderung untuk menolak ajakan orang yang mengkritik diri kita ketimbang mengiyakan kritikan itu. Memang ada orang dengan tingkatan tertentu dalam kebersihan hatinya mampu meresapi apa-apa yang orang lain pikirkan. Ya, memang ada. Baru saja kita mampir ke rumahnya entah itu sowan, konsultasi keagamaan atau tukar pikiran .....dia sudah bisa menebak bakalan kemana alur pembicaraan....yang jelas orang tersebut bukanlah orang kebanyakan dari kita. Terus bagaimana tindakan yang harus kita ambil untuk menyikapi kondisi hati komponen bangsa yang sudah akut penyakitnya? Saya punya beberapa analisa sebelum kita masuk ke langkah-langkah teknis penanggulangan.

    Pertama: Apa benar orang yang kita asumsikan mempunyai penyakit hati yang kronis 'merasa' bahwa dia sedang sakit? Pertanyaan ini harus kita jawab, caranya dengan melihat, membaca dan mendengar kepribadian dia. Untuk seorang pemimpin besar seperti Gus Dur tentu kita bisa mencari jawabannya. Penyakit ini sangat halus untuk dilihat secara kasat mata namun efeknya amat besar berimbas ke orang lain.

    Kedua, sodorkan dengan pernyataan Allah di surat 61:2, seperti yang diatas. Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Apa dia/kita sudah merasa beriman? Bagaimana kita tahu tanda-tanda keimanan kita? Seberapa besar iman kita kepada-Nya. Apa kita lupa apa yang selama ini kita cari, mau kemanakah hidup ini diarahkan, untuk siapa kita mau berkorban sedemikian rupa hingga merelakan jiwa dan harta kita?

    Senin, 14 Juli 2008

    Nasehat Bagi Pemuda Muslim Dan Penuntut Ilmu

    Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

    Pertama-tama aku menasihatimu dan diriku agar bertakwa kepada Allah Jalla Jalaluhu, kemudian apa saja yang menjadi bagian/cabang dari ketakwaan kepada Allah Tabaarakan wa Ta'ala seperti :

    [1] Hendaklah kamu menuntut ilmu semata-mata hanya karena ikhlas kepada Allah Jalla Jalaluhu, dengan tidak menginginkan dibalik itu balasan dan ucapan terima kasih. Tidak pula menginginkan agar menjadi pemimpin di majelis-majelis ilmu. Tujuan menuntut ilmu hanyalah untuk mencapai derajat yang Allah Jalla Jalaluhu telah khususkan bagi para ulama.
    Dalam firmanNya.
    "Artinya : ... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ...?"
    [Al-Mujaadilah : 11]

    [2] Menjauhi perkara-perkara yang dapat menggelincirkanmu, yang sebagian "Thalibul Ilmi" (para penuntut ilmu) telah terperosok dan terjatuh padanya.

    Diantara perkara-perkara itu :
    [a] Mereka amat cepat terkuasai oleh sifat ujub (kagum pada diri sendiri) dan terpedaya, sehingga ingin menaiki kepala mereka sendiri.
    [b] Mengeluarkan fatwa untuk dirinya dan untuk orang lain sesuai dengan apa yang tampak menurut pandangannya, tanpa meminta bantuan (dari pendapat-pendapat) para ulama Salaf pendahulu ummat ini, yang telah meninggalkan "harta warisan" berupa ilmu yang menerangi dan menyinari dunia keilmuan Islam. (Dengan warisan) itu jika dijadikan sebagai alat bantu dalam upaya penyelesaian berbagai musibah/bencana yang bertumpuk sepanjang perjalanan zaman. Sebagai mana kita telah ikut menjalani/merasakannya, dimana sepanjang zaman itu dalam kondisi yang sangat gelap gulita.

    Meminta bantuan dalam berpendapat dengan berpedoman pada perkataan dan pendapat Salaf, akan sangat membantu kita untuk menghilangkan berbagai kegelapan dan mengembalikan kita kepada sumber Islam yang murni, yaitu al- Qur'an dan as-Sunnah yang shahihah.

    Sesuatu yang tidak tertutup bagi kalian bahwasannya aku hidup di suatu zaman yang mana kualami padanya dua perkara yang kontradiksi dan bertolak belakang, yaitu pada zaman dimana kaum muslimin, baik para syaikh maupun para penuntut ilmu, kaum awam ataupun yang memiliki ilmu, hidup dalam jurang taqlid, bukan saja pada madzhab, bahkan lebih dari itu bertaqlid pada nenek moyang mereka.

    Sedangkan kami dalam upaya menghentikan sikap tersebut, mengajak manusia kepada al-Qur'an dan as-Sunnah. Demikian juga yang terjadi di berbagai negeri Islam. Ada beberapa orang tertentu yang mengupayakan seperti apa yang kami upayakan, sehingga kamipun hidup bagaikan "Ghuraba" (orang-orang asing) yang telah digambarkan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam dalam beberapa hadits beliau yang telah dimaklumi, seperti :

    "Artinya : Sesungguhnya awal mula Islam itu sebagai suatu yang asing/aneh, dan akan kembali asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing"

    Dalam sebagian riwayat, Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
    "Artinya : Mereka (al-Ghurabaa) adalah orang-orang shaleh yang jumlahnya sedikit sekeliling orang banyak, yang mendurhakai mereka lebih banyak dari yang mentaati mereka" [Hadits Riwayat Ahmad]

    Dalam riwayat yang lain beliau bersabda :

    "Artinya : Mereka orang-orang yang memperbaiki apa yang telah di rusak oleh manusia dari Sunnah-Sunnahku sepeninggalku".

    Aku katakan : "Kami telah alami zaman itu, lalu kami mulai membangun sebuah pengaruh yang baik bagi dakwah yang di lakukan oleh mereka para ghuraba, dengan tujuan mengadakan perbaikan ditengah barisan para pemuda mukmin. Sehingga kami jumpai bahwa para pemuda beristiqomah dalam kesungguhan di berbagai negeri muslim, giat dalam berpegang teguh pada al- Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala mengetahui keshahihannya".

    Akan tetapi kegembiraan kami terhadap kebangkitan yang kami rasakan pada tahun-tahun terakhir tidak berlangsung lama. Kita telah dikejutkan dengan terjadinya sikap "berbalik", dan perubahan yang dahsyat pada diri pemuda- pemuda itu, di sebagian negeri [1]. Sikap tersebut, hampir saja memusnahkan pengaruh dan buah yang baik sebagai hasil kebangkitan ini, apa penyebabnya ? Di sinilah letak sebuah pelajaran penting, penyebabnya adalah karena mereka tertimpa oleh perasaan ujub (membanggakan diri) dan terperdaya oleh kejelasan bahwa mereka berada di atas ilmu yang shahih. Perasaan tersebut bukan saja diseputar para pemuda muslim yang terlantar, bahkan terhadap para ulama. Perasaan itu muncul tatkala merasa bahwa mereka memilki keunggulan dengan lahirnya kebangkitan ini, atas para ulama, ahli ilmu dan para syaikh yang bertebaran diberbagai belahan dunia Islam.

    Sebagaimana merekapun tidak mensyukuri nikmat Allah Jalla Jalaluhu yang telah memberikan Taufik dan Petunjuk kepada mereka untuk mengenal ilmu yang benar beserta adab-adabnya. Mereka tertipu oleh diri mereka sendiri dan mengira sesungguhnya mereka telah berada pada status kedudukan dan posisi tertentu.

    Merekapun mulai mengeluarkan fatwa-fatwa yang tidak matang alias mentah, tidak berdiri diatas sebuah pemahaman yang bersumber dari al-Qur'an dan as- Sunnah. Maka tampaklah fatwa-fatwa itu dari pendapat-pendapat yang tidak matang, lalu mereka mengira bahwasanya itulah ilmu yang terambil dari al- Qur'an dan as-Sunnah, maka mereka pun tersesat dengan pendapat-pendapat itu, dan juga menyesatkan banyak orang.

    Suatu hal yang tidak sama bagi kalian, akibat dari itu semuanya muncullah sekelompok orang ("suatu jama'ah") dibeberapa negeri Islam yang secara lantang mengkafirkan setiap jama'ah-jama'ah muslimin dengan filsafat-filsafat yang tidak dapat diungkapkan secara mendalam pada kesempatan yang secepat ini, apalagi tujuan kami pada kesempatan ini hanya untuk menasehati dan mengingatkan para penuntut ilmu dan para du'at (da'i).

    Oleh sebab itu saya menasehati saudara-saudara kami ahli sunnah dan ahli hadits yang berada di setiap negeri muslim, agar bersabar dalam menuntut ilmu, hendaklah tidak terperdaya oleh apa yang telah mereka capai berupa ilmu yang dimilikinya. Pada hakekatnya mereka hanyalah mengikuti jalan, dan tidak hanya bersandar pada pemahaman-pemahaman murni mereka atau apa yang mereka sebut dengan "ijtihad mereka".

    Saya banyak mendengar pula dari saudara-saudara kami, mereka mengucapkan kalimat itu, dengan sangat mudah dan gampang tanpa memikirkan akibatnya : "Saya berijtihad". Atau "Saya berpendapat begini" atau "Saya tidak berpendapat begitu", dan ketika anda bertanya kepada mereka ; Kamu berijtihad berdasarkan pada apa, sehingga pendapatmu begini dan begitu ?
    Apakah kamu bersandar pada pemahaman al-Qur'an dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam serta ijma' (kesepakatan) para ulama dari kalangan Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang lainnya ? Ataukah pendapatmu ini hanya hawa nafsu dan pemahaman yang pendek dalam menganalisa dan beristidlal (pengambilan dalil) ?. Inilah realitanya, berpendapat berdasarkan hawa nafsu, pemahaman yang kerdil dalam menganalisa danberistidlal. Ini semuanya dalam keyakinanku disebabkan karena perasaan ujub, kagum pada diri sendiri dan terperdaya.

    Oleh sebab itu saya jumpai di dunia Islam sebuah fenomena (gejala) yang sangat aneh, tampak pada sebagian karya-karya tulis.

    Fenomena tersebut tampak dimana seorang yang tadinya sebagai musuh hadits, menjadi seorang penulis dalam ilmu hadits supaya dikatakan bahwa dia memiliki karya dalam ilmu hadits. Padahal jika anda kembali melihat tulisannya dalam ilmu yang mulia ini, anda akan jumpai sekedar kumpulan nukilan-nukilan dari sini dan dari sana, lalu jadilah sebuah karya tersebut. Nah apakah faktor pendorongnya (dalam melakukan hal ini) wahai anak muda ? Faktor pendorongnya adalah karena ingin tampak dan muncul di permukaan. Maka benarlah orang yang berkata.

    "Perasaan cinta/senang untuk tampil akan mematahkan punggung (akan berkaibat buruk)"

    Sekali lagi saya menasehati saudara-saudaraku para penuntut ilmu, agar menjauhi segala perangai yang tidak Islami, seperti perasaan terperdaya oleh apa yang telah diberikan kepada mereka berupa ilmu, dan janganlah terkalahkan oleh perasaan ujub terhadap diri sendiri.

    Sebagai penutup nasehat ini hendaklah mereka menasehati manusia dengan cara yang terbaik, menghindar dari penggunaan cara-cara kaku dan keras di dalam berdakwah, karena kami berkeyakinan bahwasanya Allah Jalla Jalaluhu ketika berfirman.

    "Artinya : Serulah manusia kejalan Rabbmu dengan hikmah dan peringatan yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang terbaik ..." [An-Nahl : 125]

    Bahwa sesungguhnya Allah Jalla Jalaluhu tidaklah mengatakannya kecuali dengan kebenaran (al-haq) itu, terasa berat oleh jiwa manusia, oleh sebab itu ia cenderung menyombongkan diri untuk menerimannya, kecuali mereka yang dikehendaki oleh Allah. Maka dari itu, jika di padukan antara beratnya kebenaran pada jiwa manusia plus cara dakwah yang keras lagi kaku, ini berarti menjadikan manusia semakin jauh dari panggilan dakwah, sedangkan kalian telah mengetahui sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

    "Artinya : Bahwasanya di antara kalian ada orang-orang yang menjauhkan (manusia dari agama) ; beliau mengucapkan tiga kali".

    [Nasehat ini dinukil dari kitab "Hayat al-Albani" halaman : 452-455]

    [Disalin dari Majalah : as-Salafiyah, edisi ke 5/Th 1420-1421. hal 41-48, dengan judul asli "Hukmu Fiqhil Waqi' wa Ahammiyyatuhu". Ashalah, diterjemahkan oleh Mubarak BM Bamuallim LC dalam Buku "Biografi Syaikh Al- Albani Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini" hal. 127-150 Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i.]

    Sholat Khusyu' - Mungkinkah Sekedar Impian ?

    MediaMuslim.Info - Secara etimologi (bahasa), al-khusyu' memiliki makna al-khudhû' (tunduk). Seseorang dikatakan telah mengkhusyu'kan matanya jika dia telah menundukkan pandangan matanya. Secara terminologi (istilah syar'i) al-khusyu' adalah seseorang melaksanakan shalat dan merasakan kehadiran Alloh Subhannahu wa Ta'ala yang amat dekat kepadanya, sehingga hati dan jiwanya merasa tenang dan tentram, tidak melakukan gerakan sia-sia dan tidak menoleh. Dia betul-betul menjaga adab dan sopan santun di hadapan Alloh Subhannahu wa Ta'ala. Segala gerakan dan ucapannya dia konsentrasikan mulai dari awal shalat hingga shalatnya berakhir.

    Berikut firman Alloh Subhannahu wa Ta'ala tentang sholat yang khusyu', yang artinya: "Yaitu orang-orang yang khusyu' didalam sholatnya" (QS: Al-Mu'minun:2). Ayat tersebut ditafsirkan oleh Ibnu Abbâs Radhiallaahu anhu bahwa: "Orang-orang yang khusyu' adalah orang-orang yang takut lagi penuh ketenangan". Dan Ali Bin Abi Thalib berkata bahwa "Yang dimaksud dengan khusyu' dalam ayat ini adalah kekhusyu'an hati".

    Kiat-kiat yang dilakukan sebelum melaksanakan shalat.
    Sebelum memulai ibadah shalat maka perhatikanlah kiat-kiat berikut ini:

    Menjawab seruan adzan dengan lafazh sebagaimana yang dikumandang kan oleh muadzin kecuali lafazh: "hayya 'alash shalah dan hayya 'alal falâh" maka jawabannya adalah "lâ haula walâ quwwata illa billâh" sebagaimana perintah Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam dalam sabdanya, yang artinya: "Apabila kalian mendengar muadzin (mengumandangkan azan) maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya...." (HR: al-Bukhari, Muslim dan yang lainnya).

    Lalu berdo'a selesai adzan dengan do'a yang diajarkan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam seperti Allahumma Rabba hadzihid da’watit taammah...dst.

    Kemudian berdo'a sesuai dengan keinginan masing-masing, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam, yang artinya: "Do'a antara adzan dan iqomah tidak tertolak" (HR: Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasa'i, Ibnu Khuzaimah dan lainnya)

    Berwudhu sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam. Melakukan wudhu berarti telah merealisasikan perintah Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, yang terdapat dalam firman-Nya, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu, basuhlah tanganmu hingga siku, dan usaplah (sapulah) kepalamu, serta basuhlah kakimu hingga kedua mata kakimu..." (QS: Al-Maidah: 6)

    Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda tentang keutamaan wudhu, yang artinya: "Barangsiapa yang berwudhu', lalu berwudhu' dengan sebaik-baiknya, kemudian dia shalat, niscaya dosa antara sholatnya itu dan sholatnya yang lain (berikutnya) diampuni." (HR: Ibnu Khuzaimah dan Imam Ahmad)

    Dan bahkan orang yang berwudhu` itu berarti dia telah menggugurkan dosa-dosanya bersamaan dengan air yang mengalir dari anggota wudhu` yang telah dibasuh. (HR: Ibnu Khuzaimah dan Muslim)

    Bersiwak (atau menggosok gigi) sebelum shalat sebagaimana perintah Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam dalam sebuah haditsnya, yang artinya: "Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu' (dalam riwayat yang lain) setiap kali hendak sholat" (HR: Muttafaq 'Alaih)

    Memakai pakaian yang sopan (layak), bersih dan wangi, serta menjauhi semaksimal mungkin pakaian yang sudah kotor, bau dan tidak layak untuk dipakai dalam shalat. Menghindari pakaian yang ketat sehingga menyebabkan kesulitan untuk bergerak dan bernafas, janganlah memakai pakaian bergambar atau bertulisan agar mata kita terjaga dan juga agar orang lain tidak terganggu, lalu perhatikan juga pakaian yang membungkus tubuh kita, apakah sudah memenuhi syarat? Apakah sudah benar-benar menutupi aurat? Semua hal ini sebagai bentuk realisasi dari firman Alloh Subhannahu wa Ta'ala, yang artinya: "Wahai manusia pakailah pakaianmu yang indah setiap kali memasuki masjid" (QS:Al-'Araf: 31)

    Jagalah konsetrasi dalam melaksanakan shalat dengan cara menghindari tempat dan suasana yang panas atau gerah, sebagaimana larangan Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam untuk tidak shalat Dzuhur pada saat panas sangat menyengat. Beliau Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: "Laksanakanlah sholat Dzuhur pada waktu panas sudah mereda, karena panas yang sangat menyengat itu adalah hawa panas yang berasal dari neraka jahannam" ( HR: al-Bukhari, Ahmad dll).

    Dan jagalah konsentrasi shalat kita dengan memenuhi segala kebutuhan jasmani kita yang mendesak, seperti; kalau seandainya sebelum shalat perut kita terasa mulas, ingin buang air maka janganlah ditahan-tahan, sebab kalau kita shalat sambil menahan perut kita yang mulas pasti konsetrasi shalat kita terganggu.

    Demikian juga apabila kita merasa lapar sebelum melaksanakan shalat maka bersegeralah untuk makan untuk memenuhi hajat perut kita tersebut agar rasa lapar itu tidak membuyarkan konsetrasi kita ketika sedang shalat, dan mengenai dua permasalahan diatas Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: "Tiada sholat ketika makanan sudah terhidang dan tiada sholat ketika seseorang menahan hajat buang airnya" (HR: Muslim, Ahmad dan lain-lain).

    Carilah tempat shalat yang tenang, yang jauh dari kebisingan, yang jauh dari suara-suara berisik dan suara-suara gaduh, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: "Jauhilah suara-suara berisik seperti di pasar (ketika berada di masjid)" (HR: Muslim)

    Oleh karena itu siapa saja yang berada di masjid hendaklah menjaga ketenangan dan ketentraman masjid, apabila kita berdzikir maka lirihkanlah suara dzikir kita, dan apabila kita membaca al-Qur'an maka lirihkanlah suara bacaan Al-Qur'an kita. Jangan sampai suara kita membuyarkan konsentrasi saudara-saudara kita yang sedang bermunajat kepada Alloh Subhannahu wa Ta'ala, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: "Sesungguhnya orang yang shalat sedang bermunajat kepada Rabnya, maka perhatikanlah saudaramu yang sedang bermunajat itu, Janganlah keraskan bacaan Qur'an kalian!" (HR: al-Bukhari dan Imam Malik)

    Luangkanlah waktu untuk menunggu datangnya waktu shalat. Meluangkan waktu menunggu datang nya waktu shalat bisa dilakukan di dalam masjid terutama bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita maka lebih utama di rumah. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikan keutamaan dan fadhilah yang sangat banyak bagi orang yang menunggu waktu shalat, Sebagaimana Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: "Senantiasa dihitung perbuatan seorang hamba itu sebagai pahala sholat selama ia menunggu datangnya waktu sholat, dan para malaikat (senantiasa) berdo'a untuknya, “Ya Alloh ampunilah dia dan rahmatilah dia,” sampai seorang hamba itu selesai (melaksanakan sholat) atau ia berhadats, (ada yang bertanya); apa yang dimaksud dengan hadats, (kata Rasululloh); keluar angin dari lubang dubur baik bau maupun tidak" (HR: Muslim dan Abu Daud)

    Dalam hadits yang lain beliau Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: "Maukah aku beritahukan tentang beberapa hal, yang mana Alloh akan menjadikannya sebagai pelebur dosa dan pengangkat derajat kalian? Para shahabat menjawab, “Tentu mau ya Rasululloh,” lalu Rasululloh bersabda, yang artinya: "Sempurnakan wudhu' walau dalam keadaan tidak menyenangkan (spt; dingin), perbanyak langkah menuju masjid, menunggu sholat setelah melaksanakan sholat, maka yang demikian itu adalah ar-ribath, yang demikian itu ar-ribath.” (HR: Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Muslim)

    Ar-ribath adalah senantiasa menjaga kesucian, shalat dan ibadah maka pahalanya diumpamakan seperti jihad di jalan Alloh Subhannahu wa Ta'ala.

    Demikianlah kiat-kiat yang perlu kita perhatikan sebelum melak sanakan shalat. Dengan merealisasikan itu semua mudah-mudahan shalat kita menjadi shalat yang khusyu’ dan diterima disisi Alloh Subhannahu wa Ta'ala.

    Keutamaan Shalot yang Khusyu'
    Sesungguhnya Alloh Subhannahu wa Ta'ala telah memuji orang yang khusyu' pada banyak ayat dalam al-Qur'an, di antara nya adalah:

    Firman Alloh Subhannahu wa Ta'ala, yang artinya: "Sesungguhnya telah beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu' didalam sholatnya". (QS: Al-Mu'minun: 1-2)

    Firman Alloh Subhannahu wa Ta'ala, yang artinya: "Dan mintalah pertolongan (kepada Alloh) dengan sabar dan sholat, karena sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'". (QS. al-Baqarah: 45)

    Firman Alloh Subhannahu wa Ta'ala pada ayat yang lain, yang artinya: "Mereka yang berdo'a kepada Kami dengan penuh harapan dan rasa takut (cemas), dan mareka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami". (QS: Al-Anbiya': 90)

    Alloh Subhannahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya: "Mereka menyungkurkan mukanya dalam keadaan menangis dan kekhusyu'an mereka semakin bertambah" (QS: Al-Isra': 109)

    Alloh Subhannahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya: "Dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih, Apabila dibacakan ayat-ayat Alloh Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis." (QS: Maryam: 58)

    Firman Alloh Subhannahu wa Ta'ala, yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Rabbnya Yang tidak tampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar." (QS: Al-Mulk: 12)

    Demikian juga beberapa hadits Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam yang menjelaskan tentang keutamaan khusyu' berikut ini:

    Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: "Tujuh golongan yang mendapat naungan Alloh pada suatu hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Alloh; …(dan disebutkan di antaranya) seseorang yang berdzikir (ingat) kepada Allah dalam kesendirian (kesunyian) kemudian air matanya mengalir." (HR: Al-Bukhari, Muslim dan lain-lainya)

    Nabi Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: "Barangsiapa yang mengingat Alloh kemudian dia menangis sehingga air matanya mengalir jatuh ke bumi niscaya dia tidak akan diazab pada hari Kiamat kelak." (HR. al-Hakim dan dia berkata sanadnya shahih)

    Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, Nabi Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: "Semua mata (manusia) pada hari Kiamat akan menangis kecuali (ada beberapa orang yang tidak menangis) (pertama) mata yang terjaga dari hal-hal yang diharamkan Allah, (kedua) mata yang dipergunakan untuk berjaga-jaga (pada malam hari) di jalan Allah, (ketiga) mata yang menangis karena takut pada Allah walau (air mata yang keluar itu) hanya sekecil kepala seekor lalat" (HR: Ashbahâny)

    Dari Bahaz Bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya semoga Alloh meridhai mereka, kakeknya berkata, “Saya mendengar Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Diharamkan neraka membakar tiga golongan manusia yang disebabkan matanya, (pertama) mata yang menangis karena takut pada Allah, (kedua) mata yang dipergunakan untuk berjaga-jaga (begadang) di jalan Alloh, (ketiga) mata yang terpelihara dari hal-hal yang diharamkan Alloh." (HR: At-Thabrani, Al-Baghawi dan yang lainnya, al-Hakim mengatakan hadits ini shahih dan disepakati oleh adz-Dzahabi) Wallahu a’lam bish shawab.

    (Sumber Rujukan: Taisîr Karimir Rahman, Asy-Syaikh Abdur Rahman Bin Nâshir As-Sa'dy; Tafsir Ibnu Katsir)

    Keutamaan Menjenguk Orang Sakit

    Mengunjungi dan membesuk orang sakit merupakan kewajiban setiap muslim, utamanya orang yang sangat jelas hubungannya dengan dirinya, seperti kerabat dekat, tetangga, saudara senasab, sahabat dan yang semisalnya. Menjenguk orang sakit adalah di antara amal shalih yang paling utama yang dapat mendekatkan kita kepada Alloh Subhannahu wa Ta'ala, kepada ampunan, rahmat dan SorgaNya.
    Mengunjungi orang sakit merupakan perbuatan mulia, di dalamnya terdapat keutamaan yang sangat agung, pahala yang sangat besar dan ia adalah salah satu hak setiap muslim terhadap muslim lainnya. (HR: Muslim).

    Rasululloh shallAllohu 'alaihi wasallam bersabda, yang artinya: "Apabila seorang laki-laki menjenguk saudara muslimnya (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Sorga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo'akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo'akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba." (HR: At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).

    Terakhir, hendaknya yang membesuk mendo'akan si sakit: "Tidak mengapa, semoga sakitmu ini membersihkanmu dari dosa-dosa, Insya Alloh." (HR: Al-Bukhari).

    (sumber Rujukan: Al-Hadiqatul Yani'ah minal 'Ulumin Nafi'ah, Syaikh Ibrahim bin Jarullah Al-Jarullah)
    Sumber: www.mediamuslim.info

    Pernahkah Terpikirkan Atau Lupa ?

    Pernahkah antum berpikir bahwa antum diciptakan oleh Sesuatu Yang Maha Hebat? Pernahkah antum berpikir kita diciptakan dari tanah? Pernahkah antum berpikir bahwa kita adalah mahkluk yang lemah? Pernahkan antum berpikir kita hidup dan punya roh? Pernahkah antum berpikir kita pasti akan mati? Lupakah kita bahwa kita diciptakan untuk menjadi penghuni bumi? Lupakah kita bahwa di banyak orang di sekeliling kita? Lupakah kita perbuatan kita nanti bakal dipertanggungjawabkan? Lupakah kita kalau kita punya Tuhan?

    Pernahkah kita bersyukur atas Sesuatu Yang Maha Hebat tersebut? Pernahkan kita merasa kita diciptakan dari tanah (sesuatu yang rendah & diinjak-injak)? Pernahkah kita merasa kita adalah sesuatu yang lemah dibanding ciptaan-ciptaan Sang Pencipta yang lain, seperti : Gunung, Laut, dll? (Apakah kita mampu mengatasi ketika gunung sedang meletus atau Gelombang Laut yang marah atau tsunami)? Pernahkan kita merasa sebenarnya kita hidup karena ada yang menghidupkan dan ada roh yang sewaktu-waktu hilang dari raga kita? Pernahkah anda merasa jasad kita akan mati, tidak berguna, dan ditanam dalam tanah?

    Lupakah kita memang ditakdirkan untuk hidup di dunia yang fana' (rusak) yang penuh dengan dosa? Lupakah bahwa akan seumur hidup berada di lingkungan manusia yang saling membutuhkan? Lupakah kita segala perbuatan yang baik atau buruk yang pernah kita lakukan pada akhirnya ada pertanggung jawabannya? Lupakah kita bahwa kita memang punya Dzat segala-segalanya yaitu Alloh ‘Azza wa Jalla, yang setiap saat harus kita ingat?

    Pengirim: Ibnu Muhammad


    Sumber: www.mediamuslim.info

    Kisah Neraka Jahannam

    Dikisahkan dalam sebuah hadis bahwa sesungguhnya neraka Jahannam itu adalah hiam gelap, tidak ada cahaya dan tidak pula ia menyala. Dan ianya memiliki 7 buah pintu dan pada setiap pintu itu terdapat 70,000 gunung, pada setiap gunung itu terdapat 70,000 lereng dari api dan pada setiap lereng itu terdapat 70,000 belahan tanah yang terdiri dari api, pada setiap belahannya pula terdapat 70,000 lembah dari api.

    Dikisahkan dalam hadis tersebut bahwa pada setiap lembah itu terdapat 70,000 gudang dari api, dan pada setiap gudang itu pula terdapat 70,000 kamar dari api, pada setiap kamar itu pula terdapat 70,000 ular dan 70,000 kala, dan dikisahkan dalam hadis tersebut bahwa setiap kala itu mempunyai 70,000 ekor dan setiap ekor pula memiliki 70,000 ruas. Pada setiap ruas kala tersebut ianya mempunyai 70,000 qullah bisa.

    Dalam hadis yang sama menerangkan bahwa pada hari kiamat nanti akan dibuka penutup neraka Jahannam, maka sebaik saja pintu neraka Jahannam itu terbuka, akan keluarlah asap datang mengepung mereka di sebelah kiri, lalu datang pula sebuah kumpulan asap mengepung mereka disebelah hadapan muka mereka, serta datang kumpulan asap mengepung di atas kepala dan di belakang mereka. Dan mereka (Jin dan Mausia) apabila terpandang akan asap tersebut maka bergetarlah dan mereka berlutut dan memanggil-manggil, “Ya Tuhan kami, selamatkanlah.”

    Diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah S.A.W telah bersabda : “Akan didatangkan pada hari kiamat itu neraka Jahannam, dan neraka Jahannam itu mempunyai 70,000 kendali, dan pada setiap kendali itu ditarik oleh 70,000 malaikat, dan berkenaan dengan malaikat penjaga neraka itu besarnya ada diterangkan oleh Allah S.W.T dalam surah At-Tahrim ayat 6 yang bermaksud : “Sedang penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras.”

    Setiap malaikat apa yang ada di antara pundaknya adalah jarak perjalanan setahun, dan setiap satu dari mereka itu mempunyai kekuatan yang mana kalau dia memukul gunung dengan pemukul yang ada padanya, maka nescaya akan hancur lebur gunung tersebut. Dan dengan sekali pukulan saja ia akan membenamkan 70,000 ke dalam neraka Jahannam.


    April 20, 2007 · Filed under Nasehat Islami

    Sabtu, 12 Juli 2008

    Bukalah Pintu Perubahan

    Di antara ayat-ayat Al-Qur’an yang memberikan inspirasi perubahan dalam kehidupan adalah firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11)
    Tahukah Anda, siapa Allah? Dia Yang Maha Kuat dan Maha Agung, Dia Yang Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Dengan kebesaran dan keagungan-Nya Dia mempersilahkan kita membuka sendiri pintu-pintu perubahan, memberikan kesempatan kehendak dan perbuatan-Nya (“Dia tidak akan mengubah keadaan suatu kaum”) kepada kehendak dan perbuatan kita yang lemah (“sehingga mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”).

    Apakah yang dimaksud dengan perubahan? Apakah berarti perubahan tindakan dan perilaku?
    Mungkin kita bisa mengubah perlakuan terhadap istri dan anak-anak kita. Untuk melakukan perubahan secara berkesinambungan harus dimulai dari dalam diri; mulai dari perubahan prinsip-prinsip dasar dan prilaku yang selama ini salah menjadi benar.
    Tuntutan perubahan bukan dalam bentuk perlakuan. Mungkin kita berteriak kepada anak-anak kita, lalu istri kita mengingatkan kita agar tidak berteriak, kemudian kita menghentikannya. Perubahan semacam ini adalah perubahan dalam bentuk posisi dan tindakan lahir. Apakah dengan cara ini yang dimaksud mengubah perlakuan terhadap anak-anak kita?
    Yang terpenting bukanlah perubahan dalam bentuk posisi dan tindakan lahir, akan tetapi perubahan yang sesungguhnya adalah perubahan prinsip (konsep). Apakah ketika Umar bin Khattab berubah hanya berubah dalam bentuk (lahir)? Benar, Umar berubah dari bersikap keras terhadap Islam kepada sikap keras (membela) Islam. Ini merupakan perubahan dalam bentuk (lahir) dan perlakuan. Perbedaannya bahwa sebelum mengenal Islam Umar keras dalam kezhaliman, sedangkan setelah masuk ke dalam Islam ia keras dalam memperjuangkan keadilan. Yang kita butuhkan adalah perubahan dari zhalim menjadi adil.
    Yang penting bagi suami yang sering pulang terlambat dari tempatnya bekerja bukan tidak mengulanginya lagi. Akan tetapi yang terpenting adalah perasaan cinta, dan kasih sayang terhadap istrinya, bahwa dia menanti kedatangannya dengan setia di rumah. Jika perubahan yang terjadi berupa hal-hal prinsip dan persepsi-persepsi dasar yang bersemayam di dalam diri, maka semua tindakan dan prilakunya akan berubah. Kalau suami merasakan tarikan cinta dan kasih sayang pada istrinya, ia akan berusaha untuk tidak terlambat pulang; ia akan memperlakukan istrinya dengan cara yang lebih segala-galanya.

    Mari kita buka pintu perubahan
    Kita semua mengendalikan pintu perubadan dari dalam, dan memegang sendiri kuncinya. Tidak mungkin orang lain yang akan membuka pintu kita dari luar, meskipun dengan kemampuan intelektual yang tinggi atau dengan dorongan emosional.
    Bukalah pintu perubahan dari dalam diri anda sendiri, sehingga kebiasaan-kebiasaan sukses masuk ke dalam diri anda, dan anda nikmati kesuksesan itu, pada akhirnya anda bisa mengerti makna kebahagiann.
    Ketika anda membuka pintu perubahan:
    1. Akan terjadi evolusi (pertumbuhan secara perlahan), kemudian ledakan (revolusi) dalam kepribadian dan relasi (hubungan) anda.
    2. Kepercayaan diri anda akan meningkat, anda akan memahami jati diri, segenap potensi dan kemampuan anda yang sebenarnya.
    3. Anda akan berdiri tegak dengan kemampuan anda sendiri, karena anda hidup dengan kedirian, eksistensi dan nilai yang khusus hanya milik anda. Dengan demikian anda akan merasakan kedamaian dan ketulusan.
    4. Ketergantungan anda kepada orang lain akan berkurang, dan perhatian anda kepada pendapat orang lain akan meningkat.
    5. Anda akan berhenti membangun kehidupan yang emosional atas kelemahan orang lain.
    6. Anda akan mampu membangun hubungan-hubungan baru dan memperbaiki hubungan-hubungan lama.
    7. Anda tahu bagaimana mengisi “batery” kehidupan (menghimpun kekuatan dan menmanfaatkannya).
    8. Kebiasaan-kebiasaan yang tercecer pada diri anda akan berubah menjadi kebiasaan-kebiasaan yang efektif bagi diri anda.
    Semua hal itu melalui peralihan kebiasaan dari ketergantungan menuju kebebasan (kebiasaan-kebiasaan mengatur diri).
    Bukalah pintu perubahan, andalah yang memegang kuncinya, agar orang lain masuk ke dalam dunia anda dan bersama mereka anda bisa merajut kerjasama.
    Dengan demikian anda akan:
    ? Mampu membangun hubungan bersama orang lain.
    ? Mampu memberikan pengaruh kepada orang lain.
    ? Membangun hubungan yang kokoh dan positif bersama orang lain.
    ? Merajut kembali hubungan yang telah retak.
    ? Memperkokoh hubungan yang telah terjalin.
    ? Memperluas jangkauan hubungan.
    Semua hal itu melalui peralihan kebiasaan dari kebebasan menuju kerjasama dan interelasi sosial (kebiasaan-kebiasaan pribadi yang fungsional).
    Bukalah pintu perubahan. Angkatlah gundukan tanah yang menutupi jalannya, yaitu dengan jalan pemantapan diri; merubah prilaku-prilaku negatif yang menghalangi kesuksesan menjadi prilaku-prilaku positif yang akan mempersembahkan kenikmatan meraih kesuksesan kepada anda.
    Dengan penuh kesabaran, bukalah pintu perubahan. Sesungguhnya apa yang anda dapatkan dengan instan tidak akan memberikan kenikmatan kepada anda, kenikmatan akan anda rasakan setelah anda melalui jerih payah untuk meraihnya.

    Ingatlah Selalu

    “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Anfâl [8]: 53)


    (Disarikan dari buku Mut’atun Najah, [Puncak Kesuksesan], karya DR. Akram Ridha)

    Menjadi Pribadi yang Dicintai dan Disenangi

    Orang yang dicintai adalah pribadi yang disenangi, dirindui, membuat bahagia ketika bertemu dan membuat senang berada di dekatnya.
    Kerinduan dan daya tarik yang ada pada sosok yang dicintai, patut dicermati dan membikin kita bertanya-tanya.
    Mengapa orang-orang tertarik pada sosok yang dicintai tersebut?
    Mengapa mereka merasa senang bertemu dengannya?
    Mengapa mereka bahagia jika mengingatnya?
    Bagaimana seseorang dapat dicintai sampai pada tingkatan seperti ini?
    Apakah aku bisa menjadi sosok yang dicintai?

    Apakah aku bisa menjadi seperti orang yang dikatakan dalam sebuah syair:
    Dia memiliki cerita kenangan tentangmu yang melalaikannya
    dari minuman dan bekal yang disenanginya
    Dia memiliki cahaya yang menyinari karena wajahmu
    dan ceritamu yang memikatnya
    Jika dia mengeluh keletihan dalam perjalanan
    Maka keinginan untuk bertemu memberinya kekuatan

    ****

    Taburkan Cinta, Kamu Menuai Cinta
    Ada seseorang menyaksikan sahabatnya dari kejauhan, lalu berkata, “Orang itu mencintaiku." Mendengar ungkapan ini, orang-orang yang sebangku dengannya bertanya membantah. Mereka berkata, “Jika kamu mencintainya, itu urusanmu. Mau kamu sebarkan kepada orang lain atau tidak. Adapun jika kamu menyebutkan bahwa dia mencintaimu, itu adalah urusannya. Bukan urusanmu. Dan, kamu tidak memiliki bukti cintanya padamu.” Orang itu berkata, “Ia mencintaiku karena aku mencintainya.”
    Artinya bahwa bukti pengakuan cinta seorang yang dicintai tidak muncul dari hati orang yang dicintai. Akan tetapi, pertama kali cinta itu tumbuh dan mulai muncul dari hati orang yang mencinta. Ketika hatinya ridha atas cinta dan tetap mencintainya, maka hasilnya adalah orang lain mencintainya.
    Setiap kali cinta bersemi dalam hatinya, maka ketika itu lingkaran orang yang dicintai meluas. Untuk memperoleh keadaan seperti ini, ia harus terlebih dahulu mencabut duri kebencian yang terdapat di dalam hatinya.
    Dengan usaha yang sungguh-sungguh, maka duri kebencian itu tercabut dari dirinya, dan pada waktu yang sama juga tercabut dari hati sahabatnya. Jika ada orang yang mengeluhkan muka masam orang lain, maka ketahuilah dia telah mencemari sumur yang manis di balik tulang rusuknya, yaitu hatinya.
    Karena kebencian terhadap orang lain, lalu apa lagi yang diharapkan setelah duri tertanam?
    Benar. Jika anda ingin dicintai orang, maka cintailah ia terlebih dahulu dengan tulus. Ketahuilah bahwa dengan cintamu padanya ia akan mencintaimu.
    Sebesar ketulusan cintamu padanya, maka sebesar itu pula ketulusan cintanya padamu.
    Jika ini yang menjadi ketentuan dalam hubungan antar sesama manusia, maka orang Mukmin memiliki keadaan yang lain.
    Iman telah menyinari hati mereka. Cahayanya menyebar kemana-mana. Tapi boleh jadi mengalami kedengkian dan kerakusan, akan tetapi semua itu akan lebur dalam pantai mereka yang landai. Bahkan mereka menjadikan rintangan sebagai jalan menuju kemajuan dan tangga untuk menggapai derajat keimanan tertinggi.
    Seorang shalih berkata, “Aku mencintai tiga jenis orang, yaitu orang yang mencintaiku, orang yang membenciku dan orang yang tidak menaruh perhatian padaku.”
    Kemudian menjelaskan semua itu dengan mengatakan,
    - Orang yang mencintaiku, dia telah mengajarkanku kelembutan dan cinta.
    - Adapun orang yang membenciku, karena dia telah mengajariku kewaspadaan.
    - Sedangkan orang yang tidak menaruh perhatian padaku, karena dia telah mengajarkanku untuk mandiri setelah bergantung pada Allah.
    Kita harus memberikan cinta terhadap seluruh kaum Muslimin. Ketika benih cinta, kelembutan dan kebaikan tumbuh dalam diri kita, maka kita dapat melenyapkan beban dan kesusahan besar yang bersemayam di dalam hati. Kita tidak perlu mengharap adanya perhatian orang lain. Karena ketika itu kita akan menjadi orang-orang yang benar dan ikhlas. Kita tidak menafikan sisi kebaikan manusia, sehingga dia patut mendapat penilaian yang baik. Akan tetapi kita tidak dapat mengetahuinya dan melihatnya kecuali ketika tumbuh benih cinta dalam diri kita.
    Berapa banyak kita memberikan ketenangan, kesenangan dan kebahagiaan kepada diri kita, ketika kita memberikan kelembutan, cinta dan kepercayaan kita kepada orang lain. Pada saat itulah benih cinta, kelembutan dan kebaikan kita akan tumbuh di dalam diri kita. Mari kita mulai dari sekarang, memberikan cinta kepada orang lain. Perhatikanlah! Apakah kita menuai selain cinta?
    Hendaklah kita tidak perlu menyembunyikan perasaan kita terhadap orang yang kita cintai. Hal ini sebagaimana yang diajarkan Rasulullah Saw. kepada kita. Kita perlu menjelaskan bahwa kita mencintai mereka karena Allah. Hal itu akan menambah perasaan cinta di antara kita.
    Diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Nabi Saw. berkata,
    “Jika seseorang mencintai saudaranya hendaklah memberitahukan padanya bahwa ia mencintainya.”
    Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad shahih dari Anas r.a., “Bahwa seseorang sedang berada di sisi Rasulullah Saw., lalu seseorang lewat di hadapan beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku mencintai orang ini.”
    Maka Nabi Saw. berkata, “Apa kamu telah memberitahukan hal itu padanya?”
    Orang itu menjawab, “Belum.”
    Beliau berkata, “Beritahukan padanya.” Orang itu kemudian mengikutinya dan berkata, “Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.”
    Orang itu berkata, “Aku mencintaimu karena Allah sebagaimana engkau mencintaiku karena Allah.”
    Di antara kesalahan yang tersebar saat ini, adalah banyak dari kita menyembunyikan perasaannya terhadap orang yang dicintainya. Sehingga perasaan cintanya tidak diketahui oleh orang yang dicintainya.
    Seorang istri berkata kepada suaminya, “Engkau telah berubah, tidak lagi memanggilku dengan kata-kata sayang, seperti yang engkau perdengarkan padaku sebelum kita menikah.”
    Si suami menjawab, “Istriku, pernahkah kamu melihat seorang nelayan memberi makan (atau umpan) ikan setelah berhasil memancingnya?”
    Ini adalah pemahaman dan kelakuan yang salah, dan termasuk perlakuan yang menyakitkan.
    Aisyah r.a. pernah bertanya kepada Nabi Saw. tentang cinta beliau kepadanya. Nabi menjawab, “Sesungguhnya cintaku kepadamu wahai Aisyah bagaikan simpul tali.”
    Nabi Saw. mencurahkan cintanya kepada para sahabat dan umatnya, serta kepada semua umat manusia. Di antara ayat yang diturunkan oleh Allah Swt. berkenaan dengan ini adalah, “Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.” (Asy-Syu‘ara [26]: 3)
    Demikian pula firman Allah Swt., “Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).” (Al-Kahfi [18]: 6)
    Saking cintanya kepada umatnya, hingga suatu hari ketika Jibril turun padanya dan mendapatinya sedang menangis, Jibril bertanya, “Apa yang kamu tangisi?”
    Rasulullah menjawab, “Umatku wahai Jibril.”
    Maka Jibril memberinya kabar gembira dari Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang, “Kami meridhaimu terhadap umatmu dan kami tidak menyedihkanmu.” (HR. Muslim)
    Cinta Rasululullah Saw. pada umatnya amat besar. Sampai-sampai menempatkannya dalam posisi yang lebih dekat kepada mereka dari diri mereka sendiri. Kasih sayang beliau telah terpatri dalam hati mereka. Anggota badan mereka terbius oleh cintanya dan lidah mereka berucap karena kekuatan cinta beliau. Di antara ucapan mereka kepada Nabi Saw. adalah:
    “Jiwaku sebagai tebusan bagimu.”
    “Demi bapak-ibuku, engkau lebih utama bagiku wahai Rasulullah.”
    Mereka tidak akan tenang sebelum melihat wajah dan bayangan Nabi. Jiwa mereka tidak akan tenteram jika mata mereka belum disejukkan dengan melihat beliau.
    Diriwayatkan oleh Imam Al-Baghawi dari Tsauban, mantan budak Rasulullah Saw. Tsauban sangat mencintai Rasulullah Saw. dan tidak bisa bersabar untuk melihat beliau.
    Suatu hari, Tsauban didatangi Rasulullah Saw. dan melihat wajahnya pucat. Maka beliau bertanya, “Wahai Tsauban! Apa yang membuatmu pucat?”
    Tsauban menjawab, “Wahai Rasulullah! Aku tidak sakit. Akan tetapi, jika aku tidak melihatmu, aku merasa sangat kesepian dan sedih sampai aku berhasil menemuimu. Kemudian aku ingat akhirat dan aku takut tidak bisa lagi melihatmu. Karena kamu akan diangkat bersama dengan para Nabi. Dan, jika aku masuk surga, pasti tempatku di bawah tempatmu. Jika aku tidak masuk surga, niscaya selamanya aku tidak bisa melihatmu.”
    Rasa cinta dan loyal para sahabat seperti inilah yang menjadikan mereka mencintai Rasulullah, karena beliau mencintai mereka sebelum mereka mencintainya. Sampai-sampai Abu Sufyan berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang mencintai seseorang seperti cinta sahabat kepada Muhammad.”
    Alangkah indahnya perkataan Luqman Al-Hakim berikut, “Tidak ada yang menguatkan cinta kecuali cinta. Setiap kali engkau mencintai seseorang dan memberikannya dengan sepenuh hati, berarti engkau telah menambah darah baru dalam hatinya.”
    Sapalah temanmu dengan mengatakan,
    Hai kekasihku, sahabat dan temanku
    Cintaku bukanlah basa-basi atau terpaksa
    Sambutlah aku dengan kata-kata, ‘Saudaraku’, ‘Temanku’
    Ingatlah, itu adalah perkataan yang paling nikmat
    Jika kamu ingin berjalan sendiri
    Jika kamu merasa bosan terhadapku
    Silakan! Namun, engkau akan mendengar suaraku
    Memanggilmu, ‘Saudaraku’,
    Gema cintaku akan mendatangimu di manapun engkau berada
    Lalu engkau akan mengerti keindahan dan keagungannya

    Ingatlah selalu, saudaraku yang tercinta! Jika kamu ingin orang-orang mencintaimu Maka berikanlah cinta yang tulus kepada mereka


    (Disarikan dari buku Kaifa Takunu Mahbuban (tips menjadi pribadi yang dicintai), Dr. Majid Ramadhan)

    Tahukah Anda Apakah Surga itu ?

    Diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullahu dari Mughirah bin Sya’bah r.a., dia berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Nabi Musa a.s. bertanya kepada Tuhannya, ‘Level apa, tempat paling rendah bagi penghuni surga?’ Allah menjawab, ‘Level seorang laki-laki yang datang setelah penghuni surga yang lain dipersilakan masuk ke surga, lalu dikatakan kepadanya, ‘Masuklah ke surga.’

    Lalu dia berkata, ‘Ya Tuhanku… kenapa bisa demikian, sementara manusia menempati tempat mereka dan mengambil bagian mereka?!’

    ‘Apakah kamu tidak mau mempunyai seperti kekuasaan seorang raja di dunia?’

    ‘Ya Tuhanku, saya mau?’

    ‘Kamu mendapatkan itu, dan yang serupa, dan yang serupa, dan yang serupa dan yang serupa!

    Untuk yang kelima kalinya dia berkata, ‘Saya rela, ya Tuhanku.’

    ‘Ini untukmu dan sepuluh kali lipatnya! Dan kamu mendapatkan apa yang diinginkan oleh hawa nafsumu dan yang enak dipandang oleh matamu!

    ‘Saya rela, ya Tuhanku.’ Kemudian Musa bertanya lagi, ‘Ya Tuhanku, level apa, tempat paling tinggi bagi penghuni surga?’

    ‘Level orang-orang yang Aku kehendaki, yang Aku tanam karamah mereka atas kekuasaan-Ku, lalu Aku menyempurnakan karamah tersebut; tempat tersebut belum pernah terlihat oleh mata, belum terdengar oleh telinga, dan belum terdetak dalam hati manusia.”

    Rasulullah SWT bersabda, hal ini sesuai dengan firman Allah,

    “Tak seorang pun mengetahui berbagai ni'mat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. as-Sajdah: 17)

    Hal ini bukan berarti seorang muslim menyepelekan upayanya untuk mendapatkan surga dengan hanya berharap level surga paling rendah, bahkan dia dituntut agar semangat dan sungguh-sungguh untuk mencapai level surga paling tinggi: al-Firdausu al-A’lâ, seiring dengan sabda Rasulullah SAW, “Jika kalian memohon kepada Allah agar bisa masuk surga, maka memohonlah agar bisa masuk surga Firdaus.” Ya Allah, kami memohon kepadamu agar bisa masuk surga Firdaus.

    Berbicara tentang surga tidak akan ada henti-hentinya. Kita harus mereview pengetahuan, kehidupan, dan perilaku kita jika dihadapkan dengan surga. Saya sangat yakin bahwa jika surga terasa berat di dada kita, maka upaya untuk mendapatkannya akan lemah. Hanya Allah yang bisa memberikan pertolongan.


    (Dinukil dari : Man Yasytarii al-Jannah karya Dr. Raghib as-Sirjani)

    Tanda - Tanda Kiamat

    Hudzaifah bin As-yad al-Ghifary berkata, sewaktu kami sedang berbincang, tiba-tiba datang Nabi Muhammad S.A.W kepada kami lalu bertanya, “Apakah yang kamu semua sedang bincangkan.?”
    Lalu kami menjawab, “Kami sedang membincangkan tentang hari Kiamat.”
    Sabda Rasulullah S.A.W. “Sesungguhnya kiamat itu tidak akan terjadi sebelum kamu melihat sepuluh tanda :

    · Asap
    · Dajjal
    · Binatang melata di bumi
    · Terbitnya matahari sebelah barat
    · Turunnya Nabi Isa A.S
    · Keluarnya Yakjuj dan Makjuj
    · Gerhana di timur
    · Gerhana di barat
    · Gerhana di jazirah Arab
    · Keluarnya api dari kota Yaman menghalau manusia ke tempat pengiringan mereka.

    Dajjal maksudnya ialah bahaya besar yang tidak ada bahaya sepertinya sejak Nabi Adam A.S sampai hari kiamat. Dajjal boleh membuat apa sahaja perkara-perkara yang luar biasa. Dia akan mendakwa dirinya Tuhan, sebelah matanya buta dan di antara kedua matanya tertulis perkataan ‘Ini adalah orang kafir’.
    Asap akan memenuhi timur dan barat, ia akan berlaku selama 40 hari. Apabila orang yang beriman terkena asap itu, ia akan bersin seperti terkena selsema, sementara orang kafir pula keadaannya seperti orang mabuk, asap akan keluar dari hidung, telinga dan dubur mereka.

    Binatang melata yang dikenali sebagai Dabatul Ard ini akan keluar di kota Mekah dekat gunung Shafa, ia akan berbicara dengan kata-kata yang fasih dan jelas. Dabatul Ard ini akan membawa tongkat Nabi Musa A.S dan cincin Nabi Sulaiman A.S.
    Apabila binatang ini memukulkan tongkatnya ke dahi orang yang beriman, maka akan tertulislah di dahi orang itu ‘Ini adalah orang yang beriman’. Apabila tongkat itu dipukul ke dahi orang yang kafir, maka akan tertulislah ‘Ini adalah orang kafir’.

    Turunnya Nabi Isa. A.S di negeri Syam di menara putih, beliau akan membunuh dajjal. Kemudian Nabi Isa A.S akan menjalankan syariat Nabi Muhammad S.A.W.
    Yakjuj dan Makjuj pula akan keluar, mereka ini merupakan dua golongan. Satu golongan kecil dan satu lagi golongan besar. Yakjuj dan Makjuj itu kini berada di belakang bendungan yang dibangunkan oleh Iskandar Zulqarnain. Apabila keluarnya mereka ini, bilangannya tidak terhitung banyaknya, sehingga kalau air laut Thahatiah diminum nescaya tidak akan tinggal walau pun setitik.

    Rasulullah S.A.W telah bersabda, ” Hari kiamat itu mempunyai tanda, bermulanya dengan tidak laris jualan di pasar, sedikit sahaja hujan dan begitu juga dengan tumbuh-tumbuhan. Ghibah menjadi-jadi di merata-rata, memakan riba, banyaknya anak-anak zina, orang kaya diagung-agungkan, orang-orang fasik akan bersuara lantang di masjid, para ahli mungkar lebih banyak menonjol dari ahli haq”
    Berkata Ali bin Abi Talib, Akan datag di suatu masa di mana Islam itu hanya akan tinggal namanya sahaja, agama hanya bentuk sahaja, Al-Qur’an hanya dijadikan bacaan sahaja, mereka mendirikan masjid, sedangkan masjid itu sunyi dari zikir menyebut Asma Allah. Orang-orang yang paling buruk pada zaman itu ialah para ulama, dari mereka akan timbul fitnah dan fitnah itu akan kembali kepada mereka juga. Dan kesemua yang tersebut adalah tanda-tanda hari kiamat.”

    Sabda Rasulullah S.A.W, “Apabila harta orang kafir yang dihalalkan tanpa perang yang dijadikan pembahagian bergilir, amanat dijadikan seperti harta rampasan, zakat dijadikan seperti pinjaman, belajar lain daripada agama, orang lelaki taat kepada isterinya, menderhakai ibunya, lebih rapat dengan teman dan menjauhkan ayahnya, suara-suara lantang dalam masjid, pemimpin kaum dipilih dari orang yang fasik, oarng dimuliakan kerana ditakuti akan tindakan jahat dan aniayanya dan bukan kerana takutkan Allah, maka kesemua itu adalah tanda-tanda kiamata.”


    November 16, 2007 at 4:40 am | In Cerita - cerita Islami |

    Duhai Suamiku…

    Kadangkala mungkin tergambar di benak fikiranmu, bahwa engkau telah salah ketika memilih diriku menjadi pasanganmu. Kadang kala ia mengganggu dalam pergaulan sehari-harimu denganku, terkadang ku takut perasaan cintamu berubah menjadi benci, limpahan kasih sayangmu menjelma menjadi kemarahan, dan ketenangan pun berubah menjadi ketegangan.
    Suamiku…..

    Di saat engkau masih sibuk dengan pekerjaan yang tak kunjung selesai, tak jarang aku kau abaikan. Waktu di rumah pun, kadang ku ikhlaskan demi masa depanmu. Bukankah engkau tahu aku pun butuh perhatian darimu. Terkadang ku cari perhatian itu, namun terlihat salah dipandanganmu. Kalaulah itu terlihat salah, semoga engkau bisa melihat kebaikanku yang lain. Bukankah Allah SWT yang mempertemukan dan menyatukan hati kita berpesan, “Dan pergaulilah mereka (isterimu) dengan baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” [QS: An Nisa' 19]. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang kita cintai pun berpesan, “Sempurnanya iman seseorang mukmin adalah mereka yang baik akhlaknya, dan yang terbaik (pergaulannya) dengan istri-istri mereka.” Jika engkau melihat kekurangan pada diriku, ingatlah kembali pesan beliau, Jangan membenci seorang mukmin (laki-laki) pada mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya yang ia sukai. (HR. Muslim)

    Sadarkah engkau bahwa tiada manusia di dunia ini yang sempurna segalanya? Bukankah engkau tahu bahwa hanyalah Alllah yang Maha Sempurna. Tidaklah sepatutnya bila kau hanya menghitung-hitung kekurangan pasangan hidupmu, sedangkan engkau sendiri tak pernah sekalipun menghitung kekurangan dan kesalahanmu. Janganlah engkau mencari-cari selalu kesalahanku, padahal aku telah taat kepadamu.

    Saat diriku rela pergi bersama dirimu, kutinggalkan orangtua dan sanak saudaraku, ku ingin engkaulah yang mengisi kekosongan hatiku. Naungilah diriku dengan kasih sayang, dan senyuman darimu. Ku ingat pula saat aku ragu memilih siapa pendampingku, ketakwaan yang terlihat dalam keseharianmu-lah yang mempesona diriku. Bukankah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Ali bin Abi Tholib saat ditanya oleh seorang, “Sesungguhnya aku mempunyai seorang anak perempuan, dengan siapakah sepatutnya aku nikahkan dia?” Ali r.a. pun menjawab, “Kawinkanlah dia dengan lelaki yang bertakwa kepada Allah, sebab jika laki-laki itu mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika ia tidak menyukainya maka dia tidak akan menzaliminya.” Ku harap engkaulah laki-laki itu, duhai suamiku.

    Saat terjadi kesalahan yang tak sengaja ku lakukan, mungkin saat itu engkau mendambakan diriku sebagai istri tanpa kekurangan dan kelemahan, sadarlah, sesungguhnya egois telah menguasai dirimu. Perbaikilah kekurangan diriku dengan lemah lembut, janganlah kasar terhadapku. Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah mengajarkan kepada dirimu, saat Muawiah bin Ubaidah bertanya kepada beliau tentang tanggungjawab suami terhadap istri, beliaupun menjawab, “Dia memberinya makan ketika ia makan, dan memberinya pakaian ketika dia berpakaian.” Janganlah engkau keras terhadapku, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun tak pernah berbuat kasar terhadap istri-istrinya.
    Duhai Suamiku…

    Tahukah engkau anugerah yang akan engkau terima dari Allah di akhirat kelak? Tahukah engkau pula balasan yang akan dianugerahkan kepada suami-suami yang berlaku baik terhadap istri-istri mereka? Renungkanlah bahwa, “Mereka yang berlaku adil, kelak di hari kiamat akan bertahta di singgasana yang terbuat dari cahaya. Mereka adalah orang yang berlaku adil ketika menghukum, dan adil terhadap istri-istri mereka serta orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya.” [HR Muslim]. Kudoakan bahwa engkaulah yang kelak salah satu yang menempati singgasana tersebut, dan aku adalah permaisuri di istanamu.

    Jika engkau ada waktu ajarkanlah diriku dengan ilmu yang telah Allah berikan kepadamu. Apabila engkau sibuk, maka biarkan aku menuntut ilmu, namun tak akan kulupakan tanggungjawabku, sehingga kelak diriku dapat menjadi sekolah buat putra-putrimu. Bukankah seorang ibu adalah madrasah ilmu pertama buat putra-putrinya? Semoga engkau selalu mendampingiku dalam mendidik putra-putri kita dan bertakwa kepada Allah.
    Wahai Allah,
    Engkau-lah saksi ikatan hati ini…
    Aku telah jatuh cinta kepada lelaki pasangan hidup ku,
    jadikanlah cinta ku pada suamiku ini sebagai penambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.
    Namun, kumohon pula, jagalah cintaku ini agar tidak melebihi cintaku kepada-Mu,
    hingga aku tidak terjatuh pada jurang cinta yang semu,
    jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling pada hati-Mu. Jika ia rindu,
    jadikanlah rindu syahid di jalan-Mu lebih ia rindukan daripada kerinduannya terhadapku,
    jadikan pula kerinduan terhadapku tidak melupakan kerinduannya terhadap surga-Mu.
    Bila cintaku padanya telah mengalahkan cintaku kepada-Mu,
    ingatkanlah diriku, jangan Engkau biarkan aku tertatih kemudian tergapai-gapai merengkuh cinta-Mu.
    Ya Allah,
    Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu,
    telah berjumpa pada taat pada-Mu,
    telah bersatu dalam dakwah pada-Mu,
    telah berpadu dalam membela syariat-Mu.
    Kokohkanlah ya Allah ikatannya. Kekalkanlah cintanya.
    Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan nur-Mu yang tiada pernah pudar.
    Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu.
    Amin ya rabbal alamin.


    Ditulis pada oleh sigit setiawan